KENDARI, WAJAHSULTRA.COM — Dalam aksi unjuk rasa di kawasan PT Virtue Dragon Nickel Industry (PT VDNI) yang berakhir ricuh bahkan mengakibatkan aktivitas perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan itu lumpuh total.
Tak hanya itu, akibat kericuhan tersebut sejumlah bangunan, dump truk, alat berat dan kendaraan milik perusahaan itu dibakar massa aksi.
Atas insiden itu. Polisi Daerah (Polda) Sultra menetapkan lima orang tersangka dalam aksi menuntut kenaikan upah buruh. Adapun kelima orang tersangka ini berinisal AP (23), NA (23), WP (25), IS, (27) dan RM (37). Kelimanya ini ditetapkan sebagai tersangka kasus penghasutan dengan Pasal 160 dan Pasal 216 KUHP. Ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.
Kuasa hukum lima tersangka menilai Polda Sultra terlalu terburu-buru menetapkan tersangka atas kerusuhan yang terjadi di PT VDNI di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe. “Polda Sultra terlalu prematur menetapkan tersangka dalam aksi unjuk rasa tersebut. Padahal, ada empat yang melakukan demo pada saat itu tapi tidak diperiksa semua kordinator aksinya. Terlalu terburu-buru dan prematur menetapkan tersangka dan saya menilai ada desakan polisi untuk menentukan tersangka,” kata Kuasa Hukum lima tersangka kerusuhan di PT.VDNI Andre Darmawan, Kamis (17/12).
Andre Darmawan menganggap, penetapan tersangka kerusuhan demo di PT.VDNI dengan penerapan pasal 160 KUHP dan pasal 216 KUHP tidak tepat bagi tersangka, karena berdasarkan keterangan yang diambil kepolisian dari para tersangka dengan tuduhan mengatur untuk melakukan tindak pidana. “Para tersangka ini tidak pernah melakukan atau menghasut masa untuk melakukan tindak pidana karena saat melakukan aksi mulai dari pagi sampai dengan siang kondisinya tetap aman, damai dan tidak ada dalam barisan satu orang pun atau satu pernyataan mereka menyatakan dan memerintahkan dan memprovokasi massa untuk melakukan tindakan pembakaran atau tindakan anarkis,” jelasnya.
Kejadian sebenarnya, lanjut Andre, aksi lempar berawal dari dalam perusahaan bukan dari luar yang disangkakan dari pendemo. Pada saat itu, setelah proses lemparan terjadi massa para pendemo membubarkan diri karena terdesak oleh massa dari dalam perusahaan yang berada di belakang aparat keamanan. “Adanya pelemparan dan massa dari dalam perusahaan keluar memukul mundur para pendemo. Akhirnya pimpinan aksi membubarkan massanya sekitar jam 2 siang. Setelah mereka meninggalkan tempat demo, ternyata di atas jam 3 sore itu baru kemudian terjadi aksi pembakaran. Sehingga pada saat kejadian itu para tersangka yang ditetapkan hari ini itu tidak berada di TKP,” kata Andre.
Andre mengungkapkan, berdasarkan identifikasi dari tim kuasa hukum tersangka di hari yang sama ada sekitar empat elemen yang menyurat untuk melakukan aksi yang sama di PT.VDNI. Pada saat itu, ada juga aksi terjadi di dalam perusahaan yang harus diungkap oleh kepolisian. “Saya menilai klien kami cuma jadi sasaran tembak untuk bagaimana supaya ada tersangka begitu supaya data tunggal. Mungkin dalam kejadian seperti ini kami inginkan sebenarnya polisi lebih dalam lagi untuk memproses kasus ini,” kata Andre.
“Siapa sebenarnya yang melakukan itu pembakaran dan siapa yang menyuruh pada saat itu, karena sekali lagi klien kami pada saat pembakaran itu tidak berada di tempat mereka itu sudah bubar dan pulang karena didesak lemparan batu dari dalam perusahaan,” sambungnya.
Menurutnya, penentuan tersangka ini aparat hanya mencari kemudahan
siapa yang menurut mereka melakukan pengasutan dengan menerapkan pasal 160 KUHP, padahal sesungguhnya yang paling utama bagaimana mereka mencari siapa sebenarnya yang melakukan pembakaran di PT.VDNI. “Klien kami yang dijadikan target. Kenapa tidak melakukan pemeriksaan lembaga-lembaga lain juga yang pada saat itu ikut demo. Termasuk juga ada yang melakukan lemparan dari dalam harus diselidiki oleh aparat, jangan langsung menetapkan klien kami jadi tersangka,” kata Andre.
Andre mengaku belum mengetahui apa alat bukti yang ditemukan polisi ssehingga klienya di tetapkan sebagai tersangka. Apalagi klienya diterapkan pasal 160 KUHP disangkakan mereka melakukan pengasutan. “Kita tidak tau seperti apa alat bukti yang didapakan polisi sehingga klien kami dijadikan tersangka. Menurut kami kalau itu disangkakan mereka melakukan pengasutan untuk melakukan pembakaran jauh dari dari kenyataan. Karena mereka tidak berada di tempat dan selama orasi ada video-videonya itu tidak ada masukan untuk melakukan kegiatan pembakaran,” bebernya.
Untuk itu, kata Andre, kuasa hukum akan melakukan pembelaan atau pendampingan kepada para tersangka supaya dalam proses hukum yang dilakukan Polda Sultra bisa ditangani secara profesional. Tentunya saat ini memegang asas namanya praduga tak bersalah dalam kasus tersebut. “Kita juga akan melakukan upaya hukum, kita sementara mengumpulkan bukti-bukti untuk memperkuat argumentasi kita agar bisa melakukan pembelaan termasuk melakukan upaya hukum terhadap penetapan para tersangka. Karena kami menganggap bahwa penetapan tersangka ini tidak didasari oleh alat bukti permulaan yang cukup atau yang kuat. Sehingga kami mungkin akan menempuh langkah peradilan terhadap penetapan para tersangka itu,” tutupnya. (P2/c/hen)