KENDARI, WAJAHSULTRA.COM — Pajak reklame yang dibayar di muka tahun 2018 dan 2019 mencapai miliaran rupiah diduga tak masuk dalam kas daerah, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Hal itu diungkapkan Ketua Barisan Aktivis Keadilan Sultra (Bakin Sultra), La Munduru. Dijelaskannya, pajak reklame tahun 2018 sebanyak Rp1,2 M dan 2019 mencapai Rp1,5 M diduga tidak masuk dalam arus kas daerah.
Ia mengatakan, saat ini dugaan penggelapan pajak reklame Kota Kendari telah menjadi sorotan publik. “Hal ini bukan hal yang tidak mungkin jika kita menelisik Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Kota Kendari 2019 ataupun 2018,” paparnya saat ditemui di kediamannya. Kamis, (13/08).
Berdasarkan informasi pada buku II tambahnya tertera pendapatan diterima di muka dari pajak reklame senilai Rp1,5 M, artinya ada kas masuk penambahan kas daerah sebesar nominal tersebut. Namun, jika melihat laporan arus kas Kota Kendari, pendapatan diterima di muka tidak dicantumkan nominal sebagai penambah kas daerah. “Dari sini sudah mulai nampak keanehannya,” urainya.
Sebelumnya mereka (Pihak Pemkot Kendari, red) berdalih, bahwa uang yang diterima di muka sudah dicantumkan dalam laporan neraca. Namun, jika dipahami alurnya, jumlah kas di neraca itu cerminan dari jumlah total kas laporan di arus kas. “Laporan itu sejatinya menggambarkan arus kas masuk ataupun kas keluar pada periode tahun anggaran tersebut,” ungkapnya.
Ia menguraikan, pada laporan arus kas Kota Kendari 2019, diketahui bahwa jumlah nominal kas itu Rp28,7 M, terdiri dari saldo di Bendahara Umum Daerah (BUD) Rp15,4 M, saldo Bend pengeluaran Rp14 juta, Bendehara Penerimaan Rp 27 juta, BLUD Rp9,86 M, Bendahara FKTP Rp432 juta. Kemudian, kas lainnya Rp2,9 M. Jumlah kas tersebut tanpa mencantumkan nominal pendapatan diterima di muka. “Nah, jika melihat laporan neraca Kota Kendari tahun 2019 ini, maka saldo kas di laporan arus kas dan saldo kas di neraca sama. Namun, jika pendapatan diterima di muka tadi dijadikan kas masuk pada laporan arus kas, maka jumlah saldo kas daerah harusnya bertambah Rp1,5 M dari pajak reklame yg diterima dimuka tadi,” paparnya.
“Maka dalih pihak terkait bahwa Rp1,5 M sudah dicantumkan di neraca terindikasi sebuah kebohongan,” sambungnya.
Hal yang sama terjadi pada pendapatan diterima di muka sebanyak Rp1,2 M pada tahun 2018. Kasus dan modusnya sama. Bahkan, pihak terkait (Dispenda Kota Kendari, red) berdalih bahwa sudah diaudit dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sultra. “Yang menjadi pertanyaannya, wajarkah jika nominal Rp1,5 tahun 2019 ditambah nominal Rp1,2 M tahun 2018 itu terindikasi tidak dimasukkan dalam kas daerah?. Kemudian, mengalir dimanakah uang rakyat tersebut?,” ungkapnya.
“Hal yang paling mungkin sederhana untuk kita berpikir maka jika bukan ke kas atau rekening daerah maka ke rekening pribadi oknum-oknum tertentu. Untuk kepastian siapa oknum tersebut, kita menunggu hasil investigasi dari pihak Kejari yang telah menangani kasus ini,” tutupnya. (P2/hen)