KENDARI, WAJAHSULTRA.COM — Kasus berinisial NYS dan Ketua Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Sultra, H. Tasman terus bergulir. Bahkan kedua belah pihak saling lapor di Polda Sulawesi Tenggara (Sultra).
Menurut Ahli Hukum Pidana UHO Kendari, Dr. Herman, SH.,LL.M menyampaikan bahwa semua orang yang merasa dirugikan yang diduga akibat tindak pidana mempunyai hak untuk melapor di Kepolisian. Namun, harus disertai dengan bukti permulaan atas laporan tersebut.
Akan tetapi ada pihak lain menilai bahwa laporan itu tidak betul dan laporan tersebut dilakukan dengan maksud agar diketahui khalayak umum. Lebih lagi dalam kasus kesusilaan sehingga laporan tersebut dapat berpotensi delik baru sehingga dapat saja ada laporan balik, karena merasa difitnah dan dicemarkan nama baiknya. “Lapor balik itu bisa saja dilakukan, karena dia merasa difitnah dan dicemarkan nama baikny,” ungkapnya saat ditemui di kampus UHO Kendari, Kamis (04/11).
Ada informasi beredar bahwa NYS telah melakukan hubungan badan dengan H. Tasman, namun H. Tasman tidak mengakui. Dengan demikian harus dibuktikan dengan cara pendekatan kedokteran forensik. “Karena saat melakukan hubungan badan tidak ada yang melihat,” ucapnya.
Namun, hal tersebut dalam hukum pidana dapat saja menggunakan teori persangkaan. Tetapi teori persangkaan itu hanya memberikan sangkaan bahwa kedua orang tersebut telah melakukan perzinahan karna berdua berada dalam satu kamar yang tertutup “Misalnya mereka didapat dalam satu kamar hotel” paparnya.
Bukan hanya itu, Herman juga menjelaskan bahwa informasi NYS hamil. Harusnya dalam proses penyelidikan dapat dipastikan kehamilan tersebut akibat perbuatan HT, tentu ini bukan perkara muda terlebih lagi faktanya ada tindakan pengguguran, menurut sy lebih mudah jika janin tersebut dibiarkan sampai lahir. Kemudian dilakukan tes DNA. “Dari tes DNA bisa diketahui dalam darah anak itu ada percampuran darah si A dan darah si B. Ini tidak diingkari, karena dilakukan tes DNA. Namun sekali lagi bisa menjelaskan hal tersebut adalah Dokter ahli kandungan, jelas Dekan Fakultas Hukum UHO Kendari ini,” ungkapnya.
“Namun dalam kasus NYS ini banyak menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah memang terjadi hubungan badan antara NYS dan H. Tasman,” sambungnya.
Kemudian persetubuhan tersebut apakah menimbulkan kehamilan. Dan kahamilan berapa bulan dapat diketahui janin tersebut hasil pembuahan dari sperma si A misalnya. Ini semua harus bisa dibuktikan.
Selain itu, Herman mengatakan bahwa bukti itu tidak bisa hanya berdasarkan pengakuan NYS. Harus ada bukti lain. Dalam hukum pembuktian tidak bisa hanya satu alat bukti saja. Harus didukung dengan bukti-bukti lain. “Yang bisa mendeteksi kehamilan adalah pihak rumah sakit atau tempatnya melakukan operasi. Apakah memang keguguran atau operasi lain. Ini pihak rumah sakit yang bisa membuktikan berupa rekam medik ” urainya.
Ketika pihak rumah sakit menyampaikan bukan keguguran, namun NYS melakukan operasi lain, hal ini jadi bukti jika laporan tersebut palsu, hal demikian dapat digolongkan dalam kategori false victims sehingga bisa jadi korban karena dirinya sendiri. “Terkait dengan tindakan aborsi tentu harus dipertanyakan pula. Apakah tindakan tersebut terjadi karena alasan medis atau tidak. Karena perbuatan ini merupakan tindak pidana,” tutupnya. (p2/c/hen)