KENDARI, WAJAHSULTRA.COM — Polisi Daerah (Polda) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) dianggap tidak serius menangani kasus pemalsuan dan penggelapan pajak kendaraan yang melibatkan tiga oknum kepolisian. Pasalnya, dua lembaga hukum itu saling melempar tanggung jawab.
Humas PID Polda Sultra, Kompol Dolfi Kumaseh menjelaskan berkas kasus tersebut sudah berapa kali bolak balik. Awalnya sudah tiga kali di kirim di Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sultra, namun Kejaksaan selalu mengembalikan, karena tidak memenuhi unsur.
Kemudian penyidik melakukan gelar perkara yang menghadirkan pihak eksternal dalam hal ini Propam, Irwasda (Inspektur Pengawas Daerah), Pembinaan Hukum (Binkum), dari hasil gelar perkara diputuskan, dihentikan penyidikannya.
Namun, tambahnya pelapornya (H. Jumarding, red) melakukan praperadilan dan dikabulkan maka dibuka kembali penyidikannya. Kemudian hasil penyidikannya sudah dua kali dikirim ke JPU, akan tetapi dikembalikan karena belum cukup unsur.
Selain itu, Dolfi mengaku bahwa pihaknya menerima P19 dan P20, namun Kejaksaan tidak menyampaikan berkas apa yang harus dilengkapi. “Sehingga pihaknya tidak memberikan tanggapan terkait petunjuk-petunjuk tersebut,” paparnya.
Pernyataan Aspidum yang disampaikan lowyer H.Jumarding, Andi Heriaksa mengatakan alasan tidak memenuhi unsur karena penyidik Polda hanya mengirim 2 pasal, yakni pasal 374 dan 378 KUHP.
Kemudian Aspidum Kejati mengatakan tambah Andi Heriaksa seandainya dimasukkan pasal 263 tentang pemalsuan maka pasti diberikan petunjuk bahwa dokumen yang dipalsukan untuk segera diperiksa Kadis pendapatan Prov Sultra sebelum kasus tersebut di P21.
Selain itu, Andi Heriaksa menjelaskan, P18 atau hasil penyelidikan belum lengkap. Kemudian P19 atau pengembalian berkas untuk dilengkapi. Dan P20 pemberitahuan bahwa waktu penyidikan telah habis. Jika hal ini dilakukan JPU Kejati berarti penyidik Polda Sultra harus membuat resume penyidikan.
P19 atau pengembalian berkas harus dilengkapi tambahnya JPU memberikan petunjuk kepada penyidik dengan jelas terhadap pembuktian unsur unsur pidana yang disangkakan, yakni pasal 263, 374 dan pasal 378 KUHP. Sehingga tidak menimbulkan multitafsir atau perbedaan persepsi antara jaksa dan penyidik untuk menghindari bolak balik perkara. “Kalau JPU mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, maka penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk JPU,” tegasnya.
Semetara saat dikonfirmasi Dirkrimum Polda Sultra, AKBP Bambang Wijanarka mengaku bahwa pihaknya tidak perlu menanggapi berita berita di media yang disampaikan Kejati. Polda dan Kejati sama-sama aparat penegak hukum. Rasanya tidak elok sesama penegak hukum berargumen di media. “Saya pribadi sudah sangat komunikatif dengan pak jumarding atau lawyernya, saya sdh berusaha mengkomunikasikan hambatan yg ada dengan pihak kejati, biarlah nanti kami akan menentukan langkah-langkah guna memberi kepastian hukum berdasarkan fakta-fakta hasil penyidikan,” ungkapnya melalui pesan whatsappnya.
Perlu diketahui, sebelumnya, Kejati melalui Kasi Pidum Sultra, Dody menyampaikan bahwa berkas perkara dikembalikan karena tidak memenuhi unsur.
Namun, pihaknya terlebih dulu mengeluarkan surat pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi (P19), namun penyidik Polda Sultra tidak menanggapi. “Kita berikan petunjuk dengan batas waktu yang ditentukan, tetapi sampai lewat batas waktu itu penyidik tidak memberikan tanggapan,” jelasnya, Senin (25/10).
Kemudian, pihaknya mengeluarkan surat pemberitahuan bahwa penyidikan telah habis (P20), akan tetapi Polda Sultra tidak melengkapinya. Dengan demikian sesuai dengan Standar Operasional Standar (SOP), Kejaksaan mengembalikan berkas perkara. “Kita tidak memutus, namun kami kembalikan berkas perkaranya di Polda Sultra,” tutupnya. (p2/c/hen)