Gubernur Ali Mazi Instruksikan Dipercepat Pembayaran Insentif Nakes

KENDARI, WAJAHSULTRA.COM — Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi, SH, menginstruksikan agar mempercepat proses masalah dokumen dan mempercepat pembayaran insentif Tenaga Kesehatan.

Sebagaimana diketahui, Insentif tenaga kesehatan di Sulawesi Tenggara dan delapan kota kota lainnya, terlambat dibayarkan karena dokumen keuangan yang terlambat diproses.

Keterlambatan tersebut karena berubahnya alur kebijakan pembayaran, yang tadinya oleh Pemerintah Pusat dialihkan kepada Pemda dengan tengat waktu kurang dari sebulan untuk membereskan seluruh dokumen pembayaran dan perbankan. Instruksi Menteri Dalam Nageri yang mendadak dikeluarkan tersebut membuat Pemda harus berkejaran waktu membenahi administrasinya. Di sisi lain Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 sampai Level 1 yang keburu diberlakukan.

Atas intruksi Gubernur Sultra H. Ali Mazi, SH., agar mempercepat urusan dokumen sehingga insentif tenaga kesehatan dapat dibayarkan, maka pembayaran dapat dipercepat dari waktu semestinya. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah melaporkan insentif tenaga kesehatan dan klaim pasien Covid-19 pada 2021 sudah dicairkan.

Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu, pembayaran insentif tenaga kesehatan telah mencapai Rp2,6 triliun dari pagu Rp3,79 triliun untuk 323.486 tenaga kesehatan.

Sedangkan klaim pasien Covid-19 tahun 2021, per 30 Juni, realisasi pembayarannya telah mencapai 100 persen atau Rp10,6 triliun.

Febrio Kacaribu mengungkapkan, klaim pasien Covid-19 tahun 2020, yang sudah dibayar Kemenkeu mencapai Rp5,6 triliun. Sementara kebutuhan tunggakan tahun 2020 tahap II sebesar Rp2,69 triliun akan difasilitasi Tim Penyelesaian Klaim Dispute (TPKD) agar dapat segera diselesaikan.

“Untuk tahap ke-II 2021, dibutuhkan anggaran Rp11,97 triliun. Pemenuhan kebutuhan tambahan anggaran saat ini dalam proses penetapan,” kata Febrio Kacaribu melalui video virtual, Jumat 9 Juli 2021.

Saat ini, lanjut Febrio Kacaribu, ketidakpastian ekonomi masih sangat tinggi. Hal ini dikarenakan lonjakam kasus Covid-19 yang terus melanda Indonesia akibat virus Covid-19 varian Delta. “Kita semua berikhtiar dan jelas dampaknya bagi kita. Melihat sendiri dampak pandemi dan jadi ikhtiar dan kerja keras bersama, sehingga mudah-mudahan dengan rem darurat PPKM, kita bisa segera turunkan jumlah kasus,” tutur Febrio Kacaribu.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, selama tahun 2021, Provinsi Sulawesi Tenggara adalah salah satu dari tiga provinsi yang sama sekali belum menyalurkan insentif, karena faktor administrasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 Tahun 2021, insentif tenaga kesehatan dibayarkan Pemerintah Daerah menggunakan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Dua pos dana ini adalah anggaran yang dialihkan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.

Hj. Usnia, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulawesi Tenggara, menjelaskan bahwa keterlambatan tersebut tidak disengaja melainkan murni faktor adminisratif. Harus diakui insentif puluhan tenaga kesehatan di RS. Bahteramas baru akan dialihkan Pemerintah Pusat berkat kerja maraton semua pihak yang terlibat. Dana puluhan milyar dari APBD memerlukan bukti administratif yang tidak sedikit, tidak instan, dan baru bisa dicairkan apabila semua persyaratan adminisratifnya terpenuhi.

Kendala itulah yang dipersyaratkan negara sehingga pencairanya butuh waktu berbulan-bulan.

“Sekitar 60 nakes belum menerima insentif. Ini karena ada perubahan beban keuangan yang tidak sempat dibayarkan oleh Kementerian Kesehatan, sehingga menjadi tanggung jawab Pemprov Sultra. Itupun baru diinformasikan kepada kami pada bulan Juni. Jadi kami tidak bisa serta merta langsung mencairkan. Sebab semua anggaran sudah ada pos penggunaannya,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Hj.Usnia.

Berdasarkan perintah Gubernur Ali Mazi agar pembayaran dipercepat, maka insentif tersebut segera dibayarkan begitu dokumen dan tanggung jawab pendanaan dari Pemerintah Pusat sudah berhasil dialihkan ke kas Pemerintah Daerah.

Hj. Usnia menegaskan pihaknya sedang memproses pembayaran insentif. Bagaimana pun secara dokumen tidak boleh ada yang keliru sehingga tidak akan menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. Hj. Usnia memastikan Pemprov Sultra tak akan membiarkan insentif para tenaga kesehatan tidak terbayarkan.

Pemprov. Sultra sangat peduli terhadap kondisi para tenaga kesehatan. Dicontohkan, bahwa insentif tenaga kesehatan yang bertugas di eks SMA Angkasa sudah dituntaskan. “Begitu Perda-nya keluar, kita langsung bayarkan insentif mereka selama lima bulan,” ungkap Hj. Usnia.

Sementara itu, senada dengan keterangan tersebut, Drs. Basiran, M.Si., Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sultra, mengatakan bahwa keterlambatan pembayaran insentif tenaga kesehatan RS. Bahteramas karena adanya perubahan aturan beban keuangan.

Sebelumnya insentif tenaga kesehatan ditanggung APBN, kini menjadi beban Pemprov Sultra melalui APBD. Pada sisi lain, Pemprov Sultra tidak menganggarkan pengeluaran tersebut di APBD 2021. Sebab, APBD 2021 lebih dulu ditetapkan, sebelum kebijakan perubahan aturan beban keuangan dialihkan dari pemerintah pusat pada Juni 2021 lalu.

Sesungguhnya, insentif tenaga kehatan tidak masuk dalam APBD 2021, karena pembiayaannya masih ada dalam APBN. Jika tèlah ada dalam APBD, maka para SKPD bisa mencairkan. Ini masalahnya, anggaran insentif tenaga kesehatan tidak ada dalam APBD 2021. “Jadi tidak bisa asal dicairkan, karena harus jelas semua regulasinya,” ujar Basiran, Jumat 23 Juli 2021.

Kondisi ini terjadi pada seluruh pemda di Indonesia, karena adanya perubahan kebijakan dari Pemerintah Pusat tersebut.

Hal berbeda ditunjukkan sejumlah pemda yang memiliki pos Biaya Tidak Terduga (BTT), termasuk Pemerintah Kota Kendari, salasatunya. Pemkot Kendari langsung mengantisipasi dengan mengandalkan BTT Kota Kendari tahun 2020 untuk membayar insentif tenaga kesehatan sebesar 60 persen.

Sempat tertunda akibat pengalihan wewenang dari Pemerintah Pusat, insentif tenaga kesehatan akhirnya dibayarkan.

Harus diakui penundaan pembayaran dikarenakan ketidakmampuan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan menyelesaikan kewajibannya, sehingga lanjutan pembayaran dialihkan ke daerah.

Pemprov Sultra Alokasikan DAU 8,21 Persen untuk Covid-19
Pemerintah Pusat memotong sejumlah anggaran belanja Kementerian/Lembaga (K/L) termasuk di dalamnya anggaran perjalanan dinas, belanja honorarium, dan paket meeting.

Langkah itu sebagai tindak lanjut Sidang Kabinet Paripurna tanggal 5 Juli 2021, dengan agenda Refocusing dan Realokasi APBN Tahun Anggaran (TA) 2021 dalam rangka Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, dan mempertimbangkan perkembangan terkini kasus Covid-19.

Untuk Pemda di seluruh Indonesia, Kemenkeu menerbitkan Permenkeu Nomor 94 Tahun 2021 tentang Perubahan Permenkeu Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah (TKDD) dan Dana Desa.

Kebijakan ini diambil dalam rangka mendorong Pemda mengalokasikan pembiayaan 8 (delapan) persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Bagi Hasil (DBH) untuk penanganan Covid-19 dan prioritas belanja lainnya. Juga mendorong percepatan penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan penyaluran Dana Desa, khususnya untuk mendukung pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa.

Drs. Basiran, M.Si., mengatakan bahwa pemangkasan anggaran perjalanan dinas bagi ASN sesungguhnya sudah sejak awal dilakukan. “Terkait perjalanan dinas sejak awal sudah dipangkas untuk refocusing dana Covid-19. Bahkan jika dana hasil refocusing masih kurang juga, nanti di perubahan akan dilakukan pemangkasan (perjalanan dinas) lagi. Sebab saat ini, di masa PPKM, untuk perjalanan dinas sudah diperketat dan sangat terbatas,” jelas Basiran, Jumat 30 Juli 2021.

Pemprov Sultra menunaikan arahan Permenkeu dengan mengalokasikan 8,21 persen DAU atau DBH untuk penanganan Covid-19 di Sultra. Pemprov Sultra telah me-refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19, baik melalui DAU ataupun DBH.

Alokasi DAU Pemprov Sultra tahun 2021 sebesar Rp1,4 triliun. Jumlah dukungan pendanaan belanja kesehatan dan belanja prioritas lainya yang bersumber dari DAU sebesar sekitar 8,21 persen.

Refocusing anggaran untuk penanganan Covid telah melalui perubahan sebanyak lima kali. “Ini kita lakukan melalui peraturan gubernur tentang penjabaran APBD 2021. Bahkan pada APBD perubahan 2021, nanti akan kita lakukan penyesuaian kembali,” jelas Basiran.

Biayai Covid-19, Pemerintah Keluarkan Kebijakan Refocusing
Terpenting diketahui terkait dengan perubahan kelima baru-baru ini, dilakukan refocusing anggaran untuk insentif tenaga kesehatan daerah sekitar Rp38 miliar.

Arif Wibawa, S.Sos., M.M., Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Sulawesi Tenggara Sultra, mengungkapkan pemerintah mengambil langkah strategis berupa refocusing dan realokasi belanja K/L T.A. 2021 untuk mendanai penanganan Covid-19 dan dampak yang ditimbulkan serta dukungan anggaran perlindungan sosial kepada masyarakat.

Arif Wibawa menyebut, terdapat 458 satuan kerja di Sultra yang akan dikenakan pemotongan tersebut. “Guna membiayai Covid-19, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan refocusing sesuai Surat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nomor S-584/MK.02/2021 tanggal 6 Juli 2021,” ujar Arif Wibawa.

Dijelaskan Arif Wibawa, jenis belanja yang di-refocusing berupa belanja barang dan belanja modal, diutamakan yang berupa belanja non operasional. Sumber refocusing K/L berasal dari sisa anggaran belanja per 30 Juni 2021 yang belum terserap di luar alokasi belanja pegawai, belanja operasional, anggaran Multiyears Contract (MYC), penanganan pandemi Covid-19, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), serta penanganan bencana.

Sisa anggaran belanja tersebut berasal dari belanja honorarium, perjalanan dinas, paket meeting, belanja jasa, bantuan kepada masyarakat/Pemda yang bukan arahan presiden, pembangunan gedung kantor, pengadaan kendaraan dan peralatan/mesin. Selain itu, sisa dana lelang dan/atau swakelola, anggaran dari kegiatan yang belum dikontrakkan atau yang tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, serta kegiatan yang tidak mendesak/dapat ditunda/dibatalkan.

“Perlu digarisbawahi bahwa ini pemotongan, bukan penghapusan. Misalkan alokasinya Rp100 juta, maka dikurangi sesuai kemampuan K/L yang bersangkutan. Bisa jadi pemotongannya 20 persen atau mungkin 50 persen. Besarannya ditentukan oleh kementerian masing-masing,” terang Arif Wibawa.

Ditambahkan Arif Wibawa, kementerian/lembaga wajib menyampaikan rekapitulasi refocusing belanja berbasis program. Apabila usul revisi anggaran tidak disampaikan, maka akan dilakukan pemblokiran anggaran oleh Kemenkeu sehingga tidak dapat dicairkan.

“Menteri Keuangan hanya mengalokasikan pagu pemotongan. Secara nasional, targetnya bisa saving Rp26,2 triliun. Ini sudah termasuk dari K/L dan Pemda. Nanti tiap K/L dapat jatahnya beda-beda yang selanjutnya akan dibagi ke semua satuan kerja. Intinya, dalam rangka refocusing ini, anggarannya bersumber dari alokasi dana-dana itu. Termasuk perjalanan dinas dan pengeluaran-pengeluaran tidak penting itu tidak perlu dibayar,” ungkap Arif Wibawa.

Pemprov Sultra Siapkan Rp38 Miliar
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara telah menyiapkan anggaran Rp38 miliar untuk insentif tenaga kesehatan.

Sebelumnya, sebanyak 60 tenaga kesehatan di RS. Bahteramas, Kota Kendari belum menerima insentif selama tujuh bulan. Insentif tenaga kesehatan RS. Bahteramas dibayarkan Pemerintah Pusat berubah menjadi dibayarkan Pemerintah Daerah.

Adanya perubahan beban keuangan dan tidak sempat dibayarkan oleh Kemenkes RI, sehingga menjadi tanggung jawab Pemprov Sultra. Sebelumnya insentif nakes ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) sehingga Pemprov Sultra tidak sempat menganggarkan lewat APBD 2021. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img
spot_img