KENDARI,WAJAHSULTRA.COM–Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Aksan Jaya Putra atau AJP memasifkan sosialisasi terkait Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Bantuan Hukum Kepada Masyarakat Miskin.
Sosialisasi ini dilakukan di dua tempat di Kota Kendari yakni, Kelurahan Korumba, Kecamatan Mandonga, dan Kelurahan Wawowanggu, Kecamatan Wuawua. Ratusan warga dari berbagai kalangan hadir dalam sosialisasi tersebut.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Sultra itu mengatakan, Perda tersebut merupakan jaminan terhadap hak-hak konstitusional orang atau kelompok warga miskin di Sultra. Sejauh ini banyak masyarakat yang belum tahu adanya anggaran khusus untuk bantuan hukum bagi warga miskin di Sultra. Bahkan, masyarakat bisa mendapatkan bantuan hukum secara gratis melalui dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sultra tersebut.
Fasillitas bantuan hukum ini bukan hanya menitik beratkan pada konsultasi menyangkut masalah hukum, namun bisa hukum perdata, pidana dan tata negara. Dan itu ada anggarannya. “Sosialisasi kali ini memang kita disajikan berbagai Perda, hanya saya melihat ada hal yang urgen. Pasalnya setiap pemberitaan, masyarakat kita yang berada digaris kemiskinan selalu bermasalah dengan hukum dan ini yang harus kita sosialisasikan,” ungkapnya, Rabu, (02/03).
Wakil Ketua Komisi III DPRD Sultra itu menambahkan, beberapa lembaga bantuan hukum (LBH) di Sultra telah teregister di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dan sudah menjadi mitra pemerintah. Sehingga, apabila masyarakat umum bermasalah dengan hukum maka bisa langsung meminta pendampingan LBH yang sudah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.
AJP menyebut Perda bantuan hukum ini terbit pada tahun 2015, hanya saja pelaksanaannya baru dilakukan di tiga tahun terkahir. Disisi lain, anggaran yang disiapkan untuk bantuan hukum masyarakat miskin hanya Rp50 juta, yang meliputi seluruh 17 kabupaten/kota yang ada di Sultra.
Ia pun menilai anggaran tersebut masih terlampau sedikit, mengingat masalah hukum ditengah masyarakat begitu kompleks. Belum lagi jangkauan yang begitu luas. “Meski bukan bidang saya, tapi saya punya tanggung jawab untuk mensosialisasikan serta ikut berkontribusi dalam hal membantu masyarakat. Makanya kedepan ini kita akan lobi, bagaimana caranya anggaran bantuan hukum peruntukan masyarakat miskin bisa dinaikan,” paparnya.
AJP juga mendorong pemerintah daerah di 17 kabupaten dan kota untuk segera bermitra atau bekerjasama dengan LBH untuk melaksanakan amanah Perda tersebut. “Seperti Pemda Konsel, sudah dari jauh hari melakukan kerjasama dengan LBH. Sehingga ketika masyarakat kita bermasalah mereka dapat didampingi hingga kasusnya tuntas. Ini juga yang kita dorong di Pemda lain,” urainya.
Sementara itu praktisi hukum, Andre Darmawan menyampaikan bahwa UU nomor 2 tahun 2015 lahir dengan filosofi bahwa negara hadir untuk melindungi hak asasi masyarakat. Salah satunya warga mendapatkan hak yang sama untuk bantuan hukum. “Semua warga harus sama diperlakukan di depan hukum,” jelasnya.
Hanya yang menjadi persoalan tambahnya ketika masyarakat berhadapan dengan hukum, warga rentan dengan hukum apalagi warga miskin. Warga sulit mendapatkan keadilan, karena tidak mampu menyiapkan dana untuk diri mereka. “Misalnya warga berhadapan dengan hukum maka warga tersebut akan memanggil pengacara untuk pendampingan hukum. Advokat ini ada jasa hukum. Kalau masyarakat miskin bagaimana mau membayar hal ini. Untuk diri sendiri dan keluarga saja masih setengah mati. Sehingga negara perlu hadir di sini,” paparnya.
“Contoh, kasus tindak pidana hukum. Kasus pidana dalam KUHP untuk tindak pidana yang ancamannya 5 tahun ke atas itu wajib dilakukan pendapingan hukum. Mulai dari proses pemeriksaannya sampai di putus oleh pengadilan,” sambungnya.
Jadi, masih kata Andre ketika ada pemeriksaan tersangka untuk tindak pidana ancaman 5 tahun ke atas tidak dilakukan pendampingan hukum maka bisa batal proses penyidikannya. “Makanya harus dilakukan pendampingan hukum,” paparnya.
Dengan adanya UU nomor 2 tahun 2015 maka ketika pihak kepolisian melakukan pemeriksaan hukum terhadap warga dan warga tersebut tidak bisa menyediakan pendampingan hukum, maka pihak kepolisian harus berkoordinasi dengan lembaga bantuan hukum. Untuk menyediakan pendampingan hukum. Karena memang itu perintah UU, wajib dilakukan pendampingan. “Dengan demikian negara mengambil alih dalam rangka membantu masyarakat miskin yang berhadapan dengan hukum,” urainya.
Untuk itu dirinya mengapresiasi Aksan Jaya Putra (AJP) dalam rangka melakukan sosialisasi tentang UU nomor 5 tahun 2015, agar masyarakat Sultra, khususnya Kota Kendari mengetahui akan bantuan hukum ini. “Ini harus masif disampaikan kepada masyarakat agar masyarakat yang membutuhkan bantuan pendampingan hukum untuk berkoordinasi dengan LBH,” tutupnya. (p2/c/hen)