KENDARI, WAJAHSULTRA.COM–Pergantian Antar Waktu (PAW) yang terjadi ditubuh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dianggap cacat prosedural.
Pasalnya, PAW tersebut diklaim tidak melalui mekanisme sesuai dengan aturan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KONI dan Peraturan Organisasi (PO).
Dengan demikian, beberapa oknum pengurus KONI Sultra akan melakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari, karena PAW tersebut dianggap tidak sesuai aturan.
Menanggapi hal itu Plt KONI Sultra, La Ode Suryono menegaskan, jika keputusannya dalam rangka melakukan PAW di PTUN itu adalah merupakan langkah yang benar. Karena di PTUN untuk menguji intelektual yang dimiliki. “Silahkan, di PTUN sebenarnya menguji kita punya intelektual, mana yang lebih bagus dan mana yang minus,” ucapnya, Sabtu (04/12) sore.
Namun, jika dirinya kalah di PTUN maka ia siap mundur dari jabatannya. “Karena ini persoalan intelektual. Itu sama saja orang di PAW partai baru digugat di PUTN. Berarti itu namanya kekurangan intelektual hukum,” tegasnya.
Ia tidak bilang bodoh, namun kurang membaca, berpikir dan pasti kurang pengalaman. Karena yang jelas KONI adalah organisasi bukan eksekutif tetapi di bentuk pemerintah di bidang olahraga. “Tentu ada lembaga lain untuk melakukan gugatan jika tidak terima dengan PAW yang dilakukan,” paparnya.
Namun, PTUN yang akan dilakukan oleh oknum-oknum pengurus KONI lama tidak terima dengan keputusannya harus dihargai, akan tetapi itu adalah kekurangan intelektual dibidang hukum dan di bidang kemasyarakatan. “Semenjak menjabat di suatu organisasi baru kali ini ada orang di PAW marah tetapi kalau PAW orang tidak marah. Berarti buruk di orang baik di dia. Harusnya baik di kita baik di orang. Buruk di orang buruk di kita, sehingga itu berjalan adil,” ungkapnya.
Perlu diketahui kata Suryono, melakukan PAW semata-mata untuk memperbaiki organisasi. Supaya pengurus lama yang sudah bertahun-tahun melakukan kesalahan administrasi dan melakukan kesahalan keuangan itu tidak terjadi sekarang.
Karena yang masuk hari ini tambahnya adalah orang yang mempunyai masa depan. Masa depan yang lebih jauh dan lebih baik. Dan memiliki cita cita yang lebih tinggi pastinya. “Saya tidak mengatakan pengurus kemarin tidak mempunyai cita-cita, tetapi kemungkinan tidak memiliki cita-cita,” paparnya.
Pergantian pengurus KONI Sultra tambahnya telah sesuai dengan aturan. Ia menyebut perombakan itu dilatarbelakangi karena adanya pengurus yang berbuat kesalahan dan pelanggaran fatal.
Salah satunya adalah pembentukan karateker KONI Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) Nomor: 597 Tahun 2021 yang ditetapkan pada 29 Oktober 2021. Hal itu menurutnya dilakukan tanpa sepengetahuannya selaku Plt ketua KONI Sultra. “Apa saya yang ngga paham organisasi atau apa, kok tiba-tiba ada SK pembentukan karateker KONI Kabupaten Kolaka Timur yang tertanggal 29 Oktober 2021, tetapi saya baru mengetahui adanya pembentukan itu pada 23, November 2021,” jelasnya.
SK karateker KONI Koltim yang ditandangani oleh sekretaris umum (Sekum) KONI Sultra yang lama, Tahir Lakimi pada 23, November 2021 itu langsung dianulir oleh Suryono pada esok harinya. “SK karateker KONI Koltim itu ditandatangani oleh Sekretaris KONI yang lama dan rapat terkait pembentukan karateker KONI Kolaka Timur dipimpin Ketua OKK KONI Sultra. Saya menilai ada kelebihan kewenangan yang sudah dilakukan sekretaris umum atau sekum. Ada sekum rasa ketua. Harusnya, ya ketua rasa ketua, sekum ya rasa sekum, bendum ya rasa bendum,” tegasnya.
PAW yang dilakukan masih kata Suryono adalah semata-mata mempersiapkan penyelenggaraan Porprov Sultra di Baubau tahun 2022 agar terlaksana dengan baik.
Oleh karena itu, jika ada yang menyampaikan bahwa dirinya kurang paham organisasi itu harus dipertanyakan, karena ia selalu mengikuti aturan yang ada. “Tidak mungkin sesuatu yang salah di SK kan oleh KONI Pusat. OKK KONI Pusat merupakan Jenderal berbeda dengan KONI Sultra, OKK nya mantan narapidana,” tutupnya. (p2/c/hen)