KENDARI, WAJAHSULTRA.COM — Dalam memutus mata rantai penyebaran virus corona atau covid-19, Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari mengeluarkan perwali nomor 47 tahun 2020.
Peraturan Wali Kota (Perwali) tersebut disebutkan bagi masyarakat yang tidak menggunakan masker akan dikenakan sanksi. Kemudian, diberlakuan jam malam, mulai pukul 22.00 sampai 04.00 Wita.
Namun, di tengah penerapannya Perwali tersebut dianggap merugikan masyarakat, dan tidak maksimal dalam memutus penyebaran wabah mematikan itu.
Faktanya sampai saat ini masyarakat Kota Kendari yang terjangkit covid-19 menunjukan peningkatan.
Wali Kota Kendari, Sulkarnain menyampaikan, dirinya menyadari Perwali yang dikeluarkan dikritik dan banyak yang tidak terima, namun sebagai pemerintah harus bersikap. “Pemerintah harus mengambil kebijakan. Kita sadar bahwa setiap kebijakan yang kita ambil itu pasti menimbulkan efek bagi sebagian pihak,” jelasnya saat ditemui di salah satu hotel yang ada di Kendari. Kamis, (17/09).
Oleh karena itu, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengajak seluruh masyarakat untuk mematuhi Perwali yang dikeluarkan. Karena pembatasan jam malam itu, dalam rangka melindungi masyarakat. “Itu semangatnya, mengeluarkan Perwali tersebut,” paparnya.
“Jika dibilang tdk efektif memang idealnya semuanya ditutup, dilockdown. Biar siang kita tutup. Masyarakat tidak ada yang keluar rumah, itu idealnya,” sambungnya.
Ada yang menyarankan agar diaktifkan kembali pembatasan batas antar Kota, dan setiap masyarakat yang masuk harus ada bukti rapid test dan hasil swab. Sulkarnaun mengungkapkan, hal itu sudah didiskusikan dan sudah dicoba selama enam bulan. “Semua langkah yang diambil pemkot di semua diperhitungkan tetapi biayanya terlalu besar,” urainya.
Bayangkan lanjutnya, setiap batas Kota harus rapid test, berapa biayanya. Pasti mengeluh lagi, teriak lagi, malah antriannya lebih panjang lagi di perbatasan Kota sehingga yang dilakukan saat ini adalah saling melindungi satu dengan yang lain. “Jika berbicara efektivitas, yang paling efektif di lockdown. Seluruh indonesia itu yang efektif kalau mau. Cuma kita tahu efeknya,” jelasnya.
Seperti yang diberitakan Sultra Pos sebelumnya, Ketua Komisi III DPRD Kota Kendari, LM Rajab Jinik menilai, adanya Perwali yang membatasi aktivitas masyarakat atau pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) pada malam hari tidak akan efektif dalam memutus penyebaran covid-19.
Dengan demikian, politisi Golkar itu meminta kepada Pemkot Kendari untuk mengkaji kembali perwali tersebut, karena itu dapat merugikan pelaku UMKM. “Perwalinya kita sepakat, tapi yang kita tidak sepakati itu pembatasan aktivitas masyarakat di malam hari. Itu perlu dikaji lagi lebih mendalam oleh Pemkot, karena ini saya menilai merugikan para pelaku UMKM memiliki sumber penghasilan atau yang mengantungkan hidupnya di malam hari,” tegasnya saat ditemui di gedung DPRD. Rabu, (16/09).
Saat ini tambahnya, masyarakat dalam hal ini para pelaku UMKM sangat gaduh dan resah dengan adanya pembatasan aktivitas pada malam hari, karena banyak tempat-tempat usaha terpaksa menutup usahanya. “Sekarang masyarakat bukan lagi gaduh atau resah dengan adanya Covid-19, tapi gaduh dengan aktivitasnya mereka dibatasi, padahal THM dan beberapa tempat lainnya pendapatan mereka di atas jam 10 malam,” jelasnya.
Pembatasan jam malam tambahnya, harus harus dibuktikan bahwa ada klaster baru corona yang muncul dari THM atau pelaku UMKM dan beberapa tempat lainnya. Meningkatnya kasus covid ini tidak ditahu klaster darimana. “Saya pikir proses penyebaran Covid tidak ada klaster THM, hotel terutama UMKM. Pemkot jangan mengkambing hitamkan hotel dan UMKM sementara pasar terbuka terus dan tidak ada proses pengawasan,” tutupnya. (P2/hen)