KENDARI,WAJAH SULTRA.COM–Dengan adanya penghentian aktivitas di sejumlah Jetty yang ada di Marombo, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang dilakukan oleh pihak Danrem dan Dandim membuat Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPD PPWI) Sulawesi Tenggara (Sultra) angkat suara. Sabtu (20/05/2023).
Melalui pesan tertulisnya ke sejumlah media, La Songo menuturkan bahwa dirinya mendapat informasi bahwa aktivitas penambangan di sejumlah Jetty d Marombo, Konut  dihentikan mulai kemarin malam oleh pihak TNI dalam hal ini Danrem dan Dandim.
“Saya mendengar informasi kalau pihak TNI menghentikan aktivitas di Jetty Marombo. Dan ini dilakukan karena ada arahan dari pimpinan yakni Danrem dan Dandim. Ini kan lucu, apa dasarnya pihak Danrem dan Dandim menghentikan aktivitas penambang di Jetty,” jelas Songo.
Yang berhak menghentikan aktivitas di Jetty, kata La Songo, hanya Angkatan Laut (AL) dan Syahbandar. Apalagi yang dihentikan ini merupakan salah satu Jetty yang sudah memiliki ijin Operasional (OP).
Terkait kejadian tersebut, mantan Ketua HMI cabang Kendari ini melakukan konfirmasi ke Kepala Syahbandar Molawe dalam hal ini Faisal Ponto.
“Saat saya konfirmasi ke Kepala Syahbandar Molawe bapak Faisal Ponto, justru beliau tidak tahu menahu tentang adanya pemberhentian aktivitas di sejumlah Jetty yang ada di Morombo,” umbar La Songo.
Dengan adanya pemberhentian aktivitas di Jetty, masih La Songo, maka sama halnya dengan menghalang-halangi aktivitas penambangan. Dan ini jelas melanggar UU No. 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batubara sebagaimana diubah dengan UU No. 11 tahun 2020 tentang cipta kerja.
“Ini sama halnya menghalang-halangi aktivitas penambangan. Di mana pasal 162 UU No. 3 Tahun 2020 diatur secara tegas bahwa: “Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan Usaha Pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86F huruf b dan Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta Rupiah),” pungkasnya. (*)