WAJAHSULTRA.COM, Jakarta — Calon kepala daerah diberi ruang untuk berkampanye dalam Pilkada Serentak 2020. Peserta bisa kampanye di media massa serta memasang alat peraga. Seperti spanduk, baliho, dan umbul-umbul dengan batasan tertentu. Namun, tetap menjalankan protokol kesehatan.
“Bagi KPU itu cukup efektif agar pemilih dapat mengetahui tentang calon yang akan dipilihnya nanti,” ujar Komisioner KPU RI, Pramono Ubaid Tanthowi dalam webinar Pilkada 2020 yang diselenggarakan asosiasi pemerintah kabupaten seluruh Indonesia (APKASI), Selasa (30/6).
Dia mengatakan KPU akan mengutamakan kesehatan masyarakat dalam menjalankan pesta demokrasi. Selain itu, kegiatan kampanye di dalam ruangan dibatasi. Yakni 50 persen dari total kapasitas.
Penyelenggara Pemilu KPU juga akan mengurangi jumlah pemilih. Dari 800 orang per tempat pemungutan suara (TPS) menjadi 500 orang. Calon pemilih juga akan diatur waktunya saat melakukan pencoblosan. “Misalnya pemilih nomor 1-100 dimulai jam 07.00 WIB hingga 08.00 WIB. Begitu juga dengan nomor pemilih selanjutnya. Ini agar tidak terjadi penumpukan. Selain itu, kami juga minta pendukung tidak diperkenankan masuk ke dalam studio jika ada calon kepala daerah melakukan acara di stasiun televisi,” paparnya.
Untuk para petugas Pilkada, KPU RI Kementerian Keuangan telah memutuskan adanya bantuan berupa santunan bukan asuransi bagi yang mengalami kecelakaan saat bertugas. “Banyak pihak yang menyarankan kepada KPU untuk menyiapkan asuransi kesehatan bagi petugas. Mengingat Pemilu 2019 lalu, banyak petugas yang meninggal dunia. Sudah ditegaskan Kemenkeu untuk pemberian bantuan kepada petugas yang masuk dalam kecelakaan kerja berupa santunan, bukan asuransi,” paparnya.
Alasan Kemenkeu maupun KPU menyetujui pemberian bantuan berupa santunan, karena jika asuransi premi yang dibayarkan terlalu besar. Sedangkan klaimnya tidak pasti. “Soal asuransi, ini dulu kami ada pengalaman yang tidak baik pada Pemilu 2004. Kita tidak mau terulang kembali. Karena itu, Kemenkeu sudah memberikan skema jika meninggal dapat berapa, cacat permanen berapa, sakit berapa. Itu semua sudah diatur dalam surat Menteri Keuangan,” tuturnya.
Namun, Pramono tidak menyebutkan besaran santunan kecelakaan kerja tersebut. Menurutnya, santunan akan dibagi beberapa kategori. Selain telah menyiapkan bantuan berupa santunan, KPU juga telah menyiapkan sarana kesehatan sebagai upaya antisipasi saat hari pemungutan suara.
“Selain persiapan protokol kesehatan, KPU akan melakukan repid test kepada petugas di lapangan. Kemudian, sudah menyiapkan rumah sakit stand by bersamaan ambulance setiap kecamatan 1 beserta petugas dengan peralatan medis lengkap. KPU lakukan kerjasama dengan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan Gugus Tugas,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu RI Abhan mengingatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) agar berhati-hati dalam unggahan yang berkaitan dengan Pilkada 2020 di media sosial. “Kami mengingatkan kepada jajaran ASN agar betul-betul secara bijak dalam menggunakan fasilitas media sosial,” ujar Abhan di Jakarta, Selasa (30/6).
Menurutnya, unggahan ASN di media sosial yang mendukung salah satu pasangan calon atau menyukai kegiatan kampanye secara substansi dapat dianggap sebagai keberpihakan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang ASN secara tegas melarang ASN menunjukkan sikap berpihak dalam kegiatan politik. ” Jadi ini tolong dipahami. Bahwa posisi ASN dalam Pilkada 2020 wajib netral. Tidak boleh ada keberpihakan,” tegas Abhan.
Terpisah, Staf khusus Mendagri, Kastorius Sinaga, menyebutkan keberhasilan Korea Selatan dan Polandia menyelenggarakan pemilu bisa menjadi inspirasi bagi Indonesia menyukseskan Pilkada Serentak 2020. “Pengalaman Korea Selatan dan Polandia menjadi inspirasi bagi Indonesia. Kita bisa melaksanakan pilkada pada 9 Desember 2020. Kalau menurut kalender politik dunia, mungkin kita paling terakhir menyelenggarakan pemilu di tengah COVID-19 di 2020. Berita Polandia menggembirakan dan itu membuat kita makin optimistis,” ujar Kastorius di Jakarta, Selasa (30/6).
Korea Selatan, lanjutnya, menyelenggarakan hari pemilihannya ketika kurva COVID-19 melandai. Namun proses tahapannya sama dengan kondisi Indonesia saat ini. Yakni berada di tengah wabah yang belum memasuki masa puncak.
Ada perbedaan dengan Korea Selatan yang bisa melakukan tahapan pemilihan lebih awal. Selain itu, pemilihan lewat pos untuk memudahkan pemilu di tengah pandemik. Sementara aturan di Indonesia belum mengakomodasi hal tersebut. “Namun, kita juga sudah menyiasati hal itu. Salah satunya , menambah TPS agar dapat mengurangi jumlah kepadatan pemilih dan penyesuaian lain. Termasuk soal anggaran,” imbuhnya.
Dia menjelaskan Pilkada 2020 bisa menjadi etalase tingkat dunia. Apabila Indonesia berhasil, penilaian terhadap Indonesia akan sangat positif. Menurutnya ada tiga faktor yang selalu dipakai untuk menilai bagaimana negara mengelola pandeminya.
Pertama yaitu kapasitas dari negara. Khususnya soal kebijakan, regulasi dan anggaran. Yang kedua kepercayaan masyarakat pada pemerintahnya. Ketiga terkait kepemimpinan. Mulai dari presiden, penyelenggara pemilu, daerah hingga partai politik dan peserta pemilu. “Tiga faktor itu akan diuji dalam penyelenggaraan Pilkada 2020 nanti,” pungkasnya. (fin)