KENDARI,WAJAHSULTRA.COM–Dalam rangka peringatan Hari Otonomi Daerah (Otoda) XXVI Tahun 2022, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar talkshow dengan menghadirkan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi sebagai narasumber.
Talkshow bertajuk “Dengan Semangat Otonomi Daerah Kita Wujudkan ASN yang Proaktif dan Berakhlak dengan Membangun Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Emas 2045”. Ini digelar di Kantor Kemendagri, Jakarta, Kamis (21 April 2022).
Gubernur hadir langsung di Kantor Kemendagri bersama Direktur Jenderal Otonomi Daerah Akmal Malik. Sedangkan narasumber lainnya, hadir secara virtual, masing-masing Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Sutan Riska Tuanku Kerajaan dan Sekretaris Jenderal Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI) Didi Sumardi.
Dirjen Otoda Kemendagri Akmal Malik mengawali diskusi dengan mengungkapkan bagaimana membangun sinergitas antara pusat dan daerah. Melalui Direktorat Jenderal Otoda, kinerja daerah dievaluasi dalam hal pelayanan publik dan pencapaian kesejahteraan masyarakat.
Dalam konteks inilah, peran aparatur sipil negara (ASN) sebagai aktor utama dalam mengimplementasikan program-program pemerintah, dinilai begitu penting.
“Kebijakan yang baik dengan ASN yang baik akan menciptakan hasil yang baik. Sedangkan kebijakan yang baik, namun dengan ASN yang kurang baik akan menciptakan hasil yang kurang baik,” kata Akmal Malik.
Bagaimana menghasilkan ASN yang baik, kata Akmal, tergantung pada mentornya, yakni pembina kepegawaian. Di daerah, pembina kepegawaian adalah kepala daerah, baik gubernur, bupati, dan walikota.
Kinerja ASN, kata Akmal Malik, sangat tergantung pada komitmen kepala daerah. Kepiawaian kepala daerah menggerakkan ASN akan sangat berpengaruh pada keseriusan mereka dalam mengabdi.
Sementara itu, Gubernur Sultra menyatakan, jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sesungguhnya ini merupakan produk perundang-undangan yang sangat ideal jika dijalankan dengan baik.
Namun, dalam pelaksanaannya, terutama dalam hal manajemen ASN, eksistensi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) kerap berbenturan dengan upaya kepala daerah dalam melakukan percepatan dalam penataan birokrasi.
Gubernur mencontohkan, aturan mengenai keharusan menunggu waktu enam bulan bagi seorang kepala daerah untuk melakukan perombakan pejabat. Menurut Gubernur, ini kontraproduktif dengan upaya kepala daerah untuk melakukan percepatan dalam merealiasikan janji kepada masyarakat.
“Sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, Gubernur telah diberi kewenangan, termasuk hak prerogatif dalam menunjuk pejabat. Namun, kenyataannya, ketika kita melakukan penggantian kita harus lapor ke KASN. Dan prosesnya cukup memakan waktu untuk bisa tuntas,” kata Gubernur.
Selain persoalan KASN, Gubernur juga menyinggung perihal visi Indonesia Emas yang digaungkan Presiden Joko Widodo. Menurut Gubernur visi itu sangat kontekstual dengan usia kemerdekaan yang tepat seabad atau 100 tahun.
“Masa kita sudah seratus tahun merdeka, namun tidak memiliki apa-apa. Padahal, kita ini negara yang besar dan memiliki banyak potensi. Seyogyanya, di tahun 2045 itu, kita memang sudah menjadi negara maju,” kata Gubernur.
Salah satu kuncinya, orang Indonesia tidak boleh menjadi penonton di negeri sendiri. Oleh karena itu, cita-cita otonomi daerah harus dijalankan betul. Gubernur diberi kewenangan, jangan justru dipersempit.
Di sisi lain, kepala daerah juga tidak boleh sewenang-wenang dengan kekuasannya. Tetap ada pengawasan. ASN sebagai pilar utama yang membantu jalannya pemerintahan jangan ditakut-takuti. (*)