KENDARI,WAJAH SULTRA,COM–Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) H. Ali Mazi, SH., menyampaikan pidato Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makarim, BA., MBA., dalam Peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2023 pada Upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2023, Kendari, 2 Mei 2023.
Turut hadir pejabat atau yang mewakili, antara lain; Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara, Abdurrahman Shaleh; Anggota Forkopimda Provinsi Sulawesi Tenggara; Kapolda Sultra; Kajati Sultra; Dan Rem 143 Halu Oleo; Kabinda Sultra; Kepala BNN Provinsi Sultra; Ketua Pengadilan Tinggi Provinsi Sultra; Danlanal Kendari; Danlanud Halu Oleo; dan para Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara;
Ikut hadir para Pimpinan Instansi Vertikal Lingkup Wilayah Sulawesi Tenggara; Para Pimpinan Perguruan Tinggi dan Akademisi; Para Pimpinan Lembaga/Ormas; Para Aparatur Sipil Negara, Para Kepala Sekolah dan Guru-Guru SMA/SMK dan SLB, serta para Tokoh Pemerhati Pendidikan;
“Izinkan saya selaku Pembina Upacara, membacakan “Pidato Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, dalam Peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2023 “,” kata Gubernur Ali Mazi.
Saudara saudariku, sebangsa dan setanah air, Selama tiga tahun terakhir, perubahan besar terjadi di sekitar kita, di mana-mana, dari ujung Barat sampai ujung Timur Indonesia.
Sebanyak 24 episode Merdeka Belajar yang sudah diluncurkan membawa kita semakin dekat dengan cita-cita luhur Ki Hadjar Dewantara, yaitu pendidikan yang menuntun bakat, minat, dan potensi peserta didik agar mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya sebagai seorang manusia dan sebagai anggota masyarakat.
Anak-anak kita sekarang bisa belajar dengan lebih tenang karena aktivitas pembelajaran mereka dinilai secara lebih holistik oleh gurunya sendiri. Para Kepala Sekolah dan Kepala Daerah yang dulu kesulitan memonitor kualitas pendidikannya sekarang dapat menggunakan Data Asesmen Nasional di platform rapor pendidikan untuk melakukan perbaikan kualitas layanan pendidikan.
Para guru sekarang berlomba-lomba untuk berbagi dan berkarya dengan hadirnya platform Merdeka Mengajar. Selain itu, guru-guru yang dulu diikat berbagai peraturan yang kaku sekarang lebih bebas berinovasi di kelas dengan hadirnya Kurikulum Merdeka.
Sejalan dengan Kurikulum Merdeka yang menekankan pembelajaran mendalam untuk mengembangkan karakter dan kompetensi, seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri pun sekarang fokus pada mengukur kemampuan literasi dan bernalar.
Pada jenjang perguruan tinggi, adik-adik mahasiswa yang dulu hanya belajar teori di dalam kelas sekarang bisa melanglang buana mencari pengetahuan dan pengalaman di luar kampus dengan hadirnya program-program Kampus Merdeka.
Dari segi pendanaan, pencairan langsung Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) ke sekolah dan pemanfaatannya yang lebih fleksibel telah memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Dengan perluasan program beasiswa, kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi sekarang jauh lebih terbuka. Dukungan dana padanan untuk mendanai riset juga telah melahirkan begitu banyak inovasi yang bermula dari kolaborasi.
Selain itu, Mekanisme Dana Indonesia yang fleksibel dapat mewadahi gagasan-gagasan kretif para seniman dan pelaku budaya sehingga mampu menghasilkan karya-karya hebat yang mendukung pemajuan kebudayaan.
Saudara saudariku, mari kita ingat, bahwa bersama-sama kita telah membuat sejarah baru dengan Gerakan Merdeka Belajar.
Transformasi yang masif ini sudah sepatutnya dirayakan dengan penuh syukur dan semarak, karena semuanya adalah hasil dari kerja keras dan kerja sama kita. Hari Pendidikan Nasional tahun ini adalah waktu yang tepat bagi kita semua untuk merefleksikan kembali setiap tantangan yang sudah dihadapi, juga setiap jengkal langkah berani yang sudah diambil. Dengan merefleksikan hal-hal yang telah kita lakukan sepanjang tiga tahun terakhir, kita dapat merancang arah perjalanan kita kedepan guna memastikan keberlangsungan dan keberlanjutan Gerakan Merdeka Belajar.
Layar yang sudah kita bentangkan jangan sampai terlipat lagi. Kita semua, para pendidik dan tenaga kependidikan, seniman dan pelaku budaya, juga peserta didik di seluruh penjuru nusantara, adalah kapten dari kapal besar yang bernama Indonesia ini. Perjalanan harus kita lanjutkan, perjuangan mesti kita teruskan, agar semua anak bangsa merasakan kemerdekaan yang sebenar-benarnya dalam belajar dan bercita-cita.
Oleh karena itu, mari kita semarakkan hari ini dengan semangat untuk meneruskan perwujudan Merdeka Belajar, mendidik Generasi Pelajar Pancasila yang cerdas berkarakter, dan membawa Indonesia melompat ke masa depan dengan pendidikan yang memerdekakan.
Nadiem Anwar Makarim, BA., MBA, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
Sejarah Hari Pendidikan Nasional
Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati di Indonesia setiap tanggal 2 Mei. Lantas, seperti apa sejarah di balik peringatan Hari Pendidikan Nasional?
Pada peringatan Hardiknas, biasanya diselenggarakan upacara bendera di berbagai instansi pendidikan maupun pemerintah. Selain itu, Hari Pendidikan Nasional juga identik dengan berbagai kegiatan lomba di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi.
Peringatan Hardiknas ini menjadi momen refleksi bagi semua pihak akan pentingnya pendidikan bagi suatu bangsa dan negara.
Sejarah ditetapkannya Hari Pendidikan Nasional tidak lepas dari sosok Ki Hadjar Dewantara. Beliau adalah tokoh pelopor pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan belanda.
Melansir laman Kemendikbud, Hari Pendidikan Nasional ditetapkan pada tanggal 2 mei sebagai hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara. Ia lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta, dengan nama R.M. Suwardi Suryadingrat.
Ki Hadjar lahir dari kalangan keluarga ningrat di Yogyakarta. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, ia pun mengenyam pendidikan di STOVIA, sebuah sekolah dokter pada zaman Hindia Belanda.
Namun karena sakit, akhirnya ia tidak dapat menyelesaikan pendidikannya di sana. Gagal menjadi dokter, akhirnya ia menjadi seorang wartawan di beberapa media surat kabar seperti De Express, Utusan Hindia dan Kaum Muda.
Selama masa kolonialisme, Ki Hadjar dikenal berani dalam menentang berbagai kebijakan pemerintah Hindia Belanda. Khususnya kebijakan yang hanya membolehkan anak-anak keturunan Belanda dan kaum priyayi yang bisa mengenyam bangku pendidikan.
Karena kritikan dan perlawanannya ini, akhirnya Ki Hadjar pun diasingkan ke Belanda bersama dua rekannya, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangungkusumo. Ketiga tokoh inilah yang dikenal sebagai “Tiga Serangkai”.
Setelah kembali ke Indonesia, dia pun mendirikan lembaga pendidikan Tamansiswa (Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa). Dan setelah Indonesia merdeka, Ki Hadjar pun diangkat menjadi Menteri Pendidikan.
Karya-karya Ki Hadjar Dewantara pun menjadi landasan dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia. Salah satu semboyannya yang paling terkenal adalah “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangungkarso, Tut Wuri Handayani” yang artinya “Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan”. Semboyan tersebut akhirnya menjadi slogan pendidikan yang digunakan hingga saat ini.
Atas semua jasa-jasanya tersebut, Ki Hadjar Dewantara pun dianugerahkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959, hari kelahirannya, 2 Mei yang merupakan hari lahir Ki Hadjar ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional. (Ilham/hen)