JAKARTA,WAJAHSULTRA,COM–Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) H. Ali Mazi, SH., menyampaikan Orasi Kebangsaan dalam acara Penganugerahan “Maritim Award” Kategori Utama Bidang Perintis dan Praktisi Maritim yang dilenggarakan oleh Yayasan Bijana Paksi Sitengsu, di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat 10 Februari 2023.
Turut hadir dalam acara penganugerahan ini, antara lain; Ketua Steering Commitee International Sea Port Exhibition and Conference (ISPEC), Wahyono Bimarso; Perwakilan Keluarga Besar Ir. H. Djuanda Bimarso, Noorwati H. Djuanda; Perwakilan Keluarga Besar Soedarpo Sastrosatomo, Bina Maulana Mulia; Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Dr. (HC) Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X; dan para penerima Maritim Award Tahun 2022/2023.
“Mengawali orasi ini, saya mengucapkan terima kasih kepada jajaran pengurus Yayasan Bijana Paksi Sitengsu yang telah memberikan kesempatan kepada saya, selaku Gubernur Sulawesi Tenggara sekaligus Ketua Badan Kerjasama (BKS) Provinsi Kepulauan yang di dalamnya tergabung delapan provinsi berciri kepulauan, menyampaikan orasi dalam kegiatan Maritim Award ini,” ujar Gubernur Ali Mazi mengawali orasinya malam itu.
Gubernur Ali Mazi juga menyampaikan terima kasihnya karena dipilih menjadi salah satu Pemenang Maritim Award kategori Utama Bidang Perintis dan Praktisi Maritim (Ir. H. Djuanda Kartawidjaya Award). “Tentu ini merupakan sebuah kehormatan dan kebanggaan, sekaligus menjadi penambah semangat saya untuk terus berjuang mewujudkan percepatan pembangunan daerah kepulauan demi terciptanya kesejahteraan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya yang ada di wilayah kepulauan,” kata Gubernur Ali Mazi.
Ketika membicarakan tentang identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka tak lain adalah negara maritim. Negara dengan teritorial laut yang melebihi wilayah daratan. Indonesia bahkan dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Untuk itu, kita berterima kasih dan melanjutkan perjuangan alm. Ir. Djuanda Kartawidjaja—sosok yang meletakkan dasar-dasar Hukum Kelautan Indonesia dan juga kepada alm. Soedarpo Sastrosatomo yang dikenal sebagai Raja Laut dari Indonesia. Pejuang Kedaulatan NKRI. “Maka, sepatutnya, kita ikut berjuang seperti mereka. Memperjuangan kehidupan yang lebih layak bagi siapa saja dalam NKRI dan menjadikan laut sebagai kekuatan Bangsa Indonesia,” kata Gubernur Ali Mazi.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 17.000 (tujuh belas ribu) pulau dan memiliki panjang pantai kurang lebih 108.000 Km (seratus delapan ribu kilometer). Secara khusus, Sulawesi Tenggara memiliki wilayah darat sebanyak 25 persen (dua puluh lima persen) dan dibandingkan dengan wilayah laut sebanyak 75 persen (tujuh puluh lima persen) dengan panjang pantai 1.740 Km (seribu tujuh ratus empat puluh kilometer).
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau sehingga memerlukan pengaturan tersendiri. Pengaturan tersendiri harus mempertegas makna kesatuan wilayah teritorial dimana semua kepulauan dan laut yang terletak diantaranya harus dianggap sebagai kesatuan yang utuh.
Bahwa pasal 25a UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 menyebutkan bahwa: “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”. Hakekat dan penegasan ini, mempertegas prinsip negara kepulauan yang memandang laut sebagai jembatan yang menghubungkan pulau-pulau; lahan tempat masyarakat memperoleh nafkah; dan wilayah administrasi pemerintahannya dimana masyarakat harus dilayani secara maksimal oleh pemerintah demi mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.
Pada tanggal 10 Agustus 2005, tujuh Pemerintahan Daerah Provinsi Kepulauan mengeluarkan “Deklarasi Ambon”, yang membentuk Forum Kerjasama Antar Pemerintahan Daerah Provinsi Kepulauan yang pada intinya memperjuangkan pengakuan pemerintah terhadap karakteristik provinsi kepulauan sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.
Bahwa pada Rapat Kerja Tahunan Forum Kerjasama di ternate, dihasilkan Kesepakatan Ternate yang mengganti
Forum Kerjasama Antar Pemerintahan Daerah Provinsi Kepulauan menjadi Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan. Sebagai perwujudan kekuatan bersama untuk mendorong percepatan pembahasan dan pengesahan terhadap payung hukum RUU Daerah Kepulauan yang telah mencapai hampir 2 dekade mengalami pergulatan panjang sejak dideklarasikan tahun 2005 di Ambon secara khusus selama 8 tahun di parlemen sejak di usulkan dan disahkan oleh DPR sebagai RUU di tahun 2012 dan kemudian pada tahun 2015 diusulkan oleh DPD RI.
“Perjuangan RUU Daerah Kepulauan ini tidak semata sebagai upaya kita memperjuangkan kemajuan bagi daerah kepulauan, tetapi jauh lebih penting adalah upaya kita untuk merubah cara pandang atau perspektif negara atas keberadaan Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan,” kata Gubernur Ali Mazi.
Berikut adalah poin penting yang perlu disampaikan, antara lain:
Perjuangan UU Daerah Kepulauan telah berjalan dalam waktu yang cukup panjang, bahkan mereka yang telah memperjuangkan nasib anak bangsa, penghuni pulau-pulau di Bumi Pertiwi ini sudah tiada. Kita adalah pelanjut dan akan menjadi saksi atas jalan panjang perjuangan UU ini. Apakah ini akan kembali menjadi pekerjaan rumah bagi generasi penerus kita ataukan akan selesai dan berhasil ditangan kita.
Pemerintah perlu merubah cara pandang tentang keberadaan Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan, sehingga dalam kebijakan terutama kebijakan anggaran mempertimbangkan laut sebagai potensi dan masyarakat yang hidup di pesisir dan kepulauan pada umumnya sebagai aset bangsa yang perlu diberikan hak yang sama untuk maju dan sejahtera.
Untuk menjawab kebutuhan akan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah kepulauan dengan sumber daya alamnya yang melimpah tidaklah cukup diatur melalui sebuah peraturan pemerintah. Nasib sejuta penduduk di wilayah daratan sama nilainya dengan 10 ribu bahkan 10 orang di wilayah kepulauan. Karena mereka adalah manusia yang butuh hidup sejahtera. UU Daerah Kepulauan adalah jawaban atas upaya untuk mewujudkan kesejahteraan dalam kesetaraan.
DPD RI, pemerintah provinsi, kalangan kampus dan civil society adalah modal utama dalam memperjuangkan lahirnya UU ini, untuk itu komitmen untuk berjalan bersama dalam ikatan persaudaraan harus dibangun dan diterjemahkan melalui aksi bersama dalam mewujudkan NKRI yang lebih adil dan bermartabat.
Marilah bersama-sama mendorong percepatan pembahasan dan pengesahaan RUU Daerah Kepulauan.
“Pada kesempatan ini pula saya ingin menekankan bahwa perjuangan RUU Daerah Kepulauan, tidak meminta otonomi daerah, tetapi perlakuan yang sama antara provinsi kepulauan dengan provinsi berciri daratan,” tegas Gubernur Ali Mazi.
DPD RI telah melakukan pengusulan RUU Daerah Kepulauan dan diperjuangkan masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2021. Kini bola pembahasan berada di tangan DPR. Sejumlah tantangan masih kita jumpai terutama pada eksekutif, dimana butuh kekuatan, kerjasama dan komitmen bersama kita sekalian untuk memperjuangkan ini dan meyakinkan Presiden Joko Widodo tentang betapa pentingnya UU ini dan menjadi warisan kepemimpinan Presiden Joko Widodo kedepan. Karena hal ini senafas dengan visi presiden tentang membangun Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Wilayah kepulauan akan menjadi etalase kemajuan dan kesejahteraan Bangsa Indonesia.
Menumbuhkan Semangat dan Kebanggaan
Maritime Award merupakan salah satu program utama kegiatan yang diselenggarakan oleh penyelenggara International Sea Port Exhibition and Conference (ISPEC) didukung oleh Keluarga Besar Ir. H. Djuanda Kartawidjaja dan Keluarga Besar Soedarpo Sastrosatomo serta Yayasan Biijina Paksi Sitengsu.
Menurut Ketua Pelaksana ISPEC dan Maritime Award, Fajar Bagoes Putranto, sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju hadir dalam perhelatan ini, seperti Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.
“Turut hadir Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono; Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Dudung Abdurachman; Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana Muhammad Ali; serta jajaran pimpinan kementerian dan lembaga,” ungkap Ketua Pelaksana ISPEC dan Maritime Award, Fajar Bagoes Putranto.
Selain itu, beberapa duta besar dari negara sahabat juga akan hadir di perhelatan Maritime Award, seperti Duta Besar Rusia, Jepang, Aljazair, Yaman, dan Yordania. Maritime Award yang akan diberikan terdiri dari dua kategori utama. Pertama, Kategori Perintis dan Praktisi Bidang Maritim dan penghargaannya diberi nama Ir. H. Djuanda Kartawidjaja Award.
Para kandidatnya H. Ali Mazi, SH., Dr. Capt. Entin Kartini, MM., Capt. Mek Slamet Wibowo, Capt. Gita Arjakusuma, dan Dr. Lie Dharmawan. Kedua, Kategori Inisiator Kebijakan Pembangunan Bidang Maritim (Soedarpo Sastrosatomo Award) diberikan kepada Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono; Pelaksana Tugas Guru Besar Universitas Pertahanan, Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio, S.I.P., M.M.; dan Prof. Dr. Hasyim Djalal, MA.
Kementerian Perhubungan mengapresiasi Maritime Award ini sebagai kegiatan positif yang memberikan penghargaan kepada orang-orang yang mempunyai dedikasi panjang dan fokus berkontribusi, mengabdi, memberikan pemikiran untuk membangun sektor maritim di tanah air.
Hal tersebut disampaikan Staf Khusus Kementerian Perhubungan untuk Urusan Ekonomi dan Investasi Transportasi, Prof. Wihana Kirana Jaya. “Penghargaan Maritime Award bisa diberikan kepada para akademisi maupun orang-orang yang secara khusus bekerja di sektor maritim. Dalam Maritime Award dapat dimunculkan para guru bangsa di sektor maritim, begawan-begawannya itu harus dimunculkan.”
Menurut Staf Khusus Kementerian Perhubungan untuk Urusan Ekonomi dan Investasi Transportasi, Prof. Wihana Kirana Jaya, Maritime Award tak semata-mata memberikan penghargaan kepada seseorang tapi juga harus mampu menumbuhkan kembali semangat dan kebanggaan di kalangan generasi muda saat ini bahwa Indonesia merupakan negara maritim yang besar yang telah dibuktikan serta diwariskan oleh nenek moyang Bangsa Indonesia.
“Harapan saya Maritime Award ini terus dibesarkan, tidak hanya bicara nasional, tapi juga mendunia. Artinya, penghargaan Maritime Award ini tak hanya diberikan kepada tokoh-tokoh nasional, tokoh-tokoh dari negara lain juga bisa menerima penghargaan ini. Hal ini untuk menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara maritim yang besar. Ini bisa jadi tantangan ke depan. Harapan saya lainnya, Maritime Award dapat memberikan dampak nyata dan bukan acara seremonial atau publikasi semata. Jadikan hal ini semacam pertemuan sekaligus memberikan masukan pada pemerintah. Harus ada tulisan idealisme yang tidak dikerjakan oleh kita selama ini. Beyond maritime harus menjadi karya orang-orang yang punya dedikasi panjang, kontribusi pemikiran, maupun hasil yang nyata,” ujar Staf Khusus Kementerian Perhubungan untuk Urusan Ekonomi dan Investasi Transportasi, Prof. Wihana Kirana Jaya.
Sementara Duta Besar Indonesia untuk Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja, menyebutkan bahwa acara Maritime Award ini mengingatkan kembali pada kejayaan maritim Indonesia di masa lalu sekaligus menegaskan bahwa ke depannya kita terus ingin berkomitmen untuk menjaga kejayaan masa lalu kita di laut.
Namun, Duta Besar Indonesia untuk Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja menilai, kejayaan tersebut bukan semata dicapai dengan kebanggaan masa lalu saja, tapi juga harus dengan berbagai upaya peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang produktif dan berdaya saing di bidang maritim.
Kedua, dengan meningkatkan teknologi baik sarana transportasi maupun pertahanan laut yang semakin baik guna menghadapi berbagai berbagai aliansi maupun ancaman-ancaman yang akan muncul dari berbagai belahan dunia.
“Ketiga, lewat Maritime Award kita dapat menyatukan dan memperkokoh persatuan Bangsa Indonesia untuk melihat ke depan dan menjadikan laut sebagai Poros Maritim Indonesia yang akan kuat selamanya,” tutur Duta Besar Indonesia untuk Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja.
Senada dengan I Gusti Agung Wesaka Puja, Duta Besar Indonesia untuk Rusia periode 2016 hingga 2020 Mohamad Wahid Supriyadi menyebut bahwa Maritime Award sangat berarti untuk memupuk kecintaan kita terhadap tanah air, khususnya di bidang maritim. “Jangan lupa bahwa nenek moyang kita adalah bangsa
maritim. Di zaman Kerajaan Sriwijaya abad VIII, kita sudah mengarungi samudera sampai Madagaskar.”
Ultimo sejarah dan DNA menunjukkan bahwa penduduk Madagaskar sebagian berasal dari Kepulauan Nusantara. Demikian juga dengan Majapahit yang di abad XIV telah memiliki wilayah sampai sebagian Asia Tenggara.
“Tokoh-tokoh yang menerima Maritime Award kali ini dikenal sebagai individu yang secara gigih memperjuangkan Indonesia sebagai negara maritim yang dipelopori oleh Ir. Djuanda,” tutur Duta Besar Indonesia untuk Rusia (2016-2020), Mohamad Wahid Supriyadi.
Selain memberikan anugerah Maritime Award kepada sejumlah tokoh nasional, dalam acara yang sama, Ali Mazi, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Habib Muhammad Luthfi bin Yahya menyampaikan orasi kebangsaan terkait kedaulatan maritim Indonesia. (Ilham/hen)