Dugaan Pelanggaran Pertambangan, Ampuh Sultra Minta Dirjen Minerba dan KLHK Tak Istimewakan PT WMB

JAKARTA,WAJAHSULTRA,COM–Konsistensi Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam mengawal kasus dugaan pelanggaran pertambangan PT Wisnu Mandiri Batara (WMB) nampaknya tak bisa diragukan lagi.

Pasalnya, setelah menggelar aksi jilid 1 dan 2, kini Ampuh Sultra kembali menggelar aksi demonstrasi jilid 3 terkait dugaan perambahan hutan oleh PT WMB, di Kabupaten Konawe Utara.

Koordinator Lapangan (Korlap) dalam aksi jilid 3 Ampuh Sultra Arin Fahrun Sanjaya mengatakan, pihaknya akan terus mengawal kasus dugaan perambahan hutan PT Wisnu Mandiri Batara (WMB) sampai keadilan terlihat.

“Kami akan terus melakukan aksi demonstrasi meskipun harus sampai berjilid-jilid. Kami tidak akan berhenti sampai keadilan terlihat dan PT. Wisnu Mandiri Batara segera diberikan sanksi yang tegas,” ucap Arin sapaan akrab Arin Fahrun Sanjaya, Rabu (22/2/2023).

Arin menuturkan, dugaan perambahan hutan oleh PT MWB terkesan ingin ditutup-tutupi oleh pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.

Sebab, lanjut AFS, pihak Kementerian LHK RI telah menerbitkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan untuk PT WMB pada bulan November 2022. Padahal kata dia, dugaan perambahan hutan oleh PT WMB terjadi sekitar bulan Juli hingga September 2022.

“Ini yang jadi pertanyaan, kok bisa pihak KLHK RI menerbitkan PPKH untuk PT WMB. Padahal sebelum PPKH terbit disana ada perambahan hutan. Mestinya itu ditindak,” ungkapnya.

“Tapi anehnya, pihak KLHK RI bukan menindak PT WMB justru malah menerbirkan PPKH seolah-olah dugaan perambahan hutan PT WMB itu dilakukan sebelum UU Cipta Kerja berlaku. Padahal faktanya perambahan hutan itu terjadi setelah UU Cipta Kerja berlaku,” terang pemuda yang merupakan pengurus HMI Cabang Jakarta Raya itu.

Sementara itu, Direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo juga menyampaikan KLHK RI sangat keliru jika menerbitkan Persetujuan PPKH untuk PT MWB usai diduga melakukan perambahan hutan.

“Menurut kami pihak KLHK ini keliru, entah apakah benar keliru atau mungkin ada tendensi lain. Dugaan perambahan hutan oleh PT WMB ini kan terjadi setelah berlakunya UU Cipta Kerja. Sehingga aturan yang digunakan adalah UU Ciota Kerja,” jelasnya.

Lebih lanjut, mahasiswa S2 Ilmu Hukum UJ Jakarta itu menjelaskan, terkait dengan skema penyelesaian kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan tanpa izin. Itu hanya dapat di terapakan pada kasus perambahan hutan sebelum UU Cipta Kerja berlaku.

“Jadi skema penyelesaian kasus perambahan hutan menggunakan Pasal 110 A dan 110 B itu hanya berlaku bagi kegiatan yang sudah terbangun sebelum UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja resmi berlaku, namun tidak berlaku lagi bagi kegiatan yang di lakukan setelah UU Cipta Kerja berlaku,” terangnya.

Hal itu, kata dia, pernah disampaikan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya, bahwa barang siapa yang melakukan kegiatan usaha di dalam kawasan hutan tanpa izin setelah UU Cipta Kerja resmi berlaku, maka akan di berikan sanksi yang tegas.

“Ibu Menteri pernah bilang, jika setelah UU Omnibus Law Cipta Kerja masih ada yang bermain-main di dalam kawasan. Maka akan di terapkan sanksi pidana yang tegas. Nah itulah yang kaki harapkan saat ini,” pungkasnya.

Terakhir, pemuda yang merupakan pengurus DPP KNPI Pusat itu kembali mengingatkan, agar Dirjen Minerba dan KLHK RI tak main-main dengan kasus dugaan perambahan hutan oleh PT WMB di Kabupaten Konawe Utara.

“Kami ingatkan agar pihak Dirjen Minerba dan KLHK RI tak main-main dengan kasus dugaan perambahan hutan PT MWB di Konawe Utara. Sebab, kasus tersebut akan kami kawal sampai tuntas,” tutupnya. (**)

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img
spot_img