Menyesatkan, Pernyataan Ketua Senat Soal Syarat Calon Rektor

KENDARI, WAJAHSULTRA.COM — Aliansi Mahasiswaa Untuk Demokrasi (AMUD) Sultra turut menyoroti dinamika yang terjadi jelang Pemilihan Rektor Universitas Halu Oleo (UHO).

Menurut Sahir Ketua AMUD Sultra, sejatinya kampus sebagai lembaga intelektual harus memberikan contoh yang baik bagi keberlanjutan demokrasi.

Kampus sebagai tempat melahirkan sumber daya manusia yang handal, sebaiknya tetap mempertahankan jati diri intelektual. “Sayang juga, tiap Pilrek terjadi ribut-ribut. Padahal, kampus harus menjadi contoh pengelolaan demokrasi. Kalau kampus sebagai lembaga intelektual sudah ribut maka dimana kita bisa mengambil contoh yang baik,” kata Sahir.

Karena itu AMUD meminta kepada Ketua Senat UHO Prof Takdir Salili agar membawa Pilrek ini kejalur yang baik. “Harapan kita, Ketua Senat bisa menjadi wasit yang baik. Berdiri untuk semua calon yang akan tampil di Pilrek,” ucapnya.

Pasalnya tambahnya, dari penilain AMUD, Ketua Senat lemah dalam mengambil kebijakan, padahal dengan kekuasaan yang dia miliki bisa saja menempuh jalur-jalur kompromi untuk mengakomodir semua pihak dengan merujuk pada kelaziman Pilrek 2017.

Pilrek 2017 merujuk pada permen Ristek Dikti no 19 tahun 2017 sebagaimana tertuang dalam peraturan senat UHO no 001/UN29.SA/SK/KP/2017

Sahir juga merincikan, pernyataan Ketua Senat Akademik UHO tentang Prsyaratan Calon Rektor yang dianggap menyesatkan yakni:

Pertama, pernyataan ketua senat bahwa kalimat “sebutan lain yang setara” dihilangkan oleh panitia adhock dan kemudian dikembalikan setelah berkonsultasi dengan biro hukum kemendikbud tidak benar. Yang benar adalah kalimat sebutan lain yang setara dihilangkan oleh panita adhock, tetapi kreaktivitas panitia adhock tersebut ditentang oleh anggota senat, sehingga disepakati dalam rapat untuk dikembalikan seperti teks aslinya di dalam permen ristekdikti pasal 4 huruf d, angka 1.

Jadi kalimat “sebutan lain yang setara” kembali dimasukan dalam tata tertib dan tata cara pilrek bukan hasil konsultasi ketua senat bersama tim adhock kepada biro hukum tetapi produk rapat senat tanggal 4 Vebruari yang dilaksanakan secara daring.

Dua, pada saat konsultasi ke biro hukum kemendikbud, Takdir Saili sebagai ketua senat dipandang tidak mengakomodir semua pandangan yang berkembang di dalam rapat pembahasan tata tertib dan tatacara pemilihan rektor UHO, tetapi hanya menyampaikan pendapat sepihak dari panita adhock bahwa, bahwa kalimat sebutan lain yang setara menunjuk pada istilah departemen atau bagian, dan di UHO tidak mengenal istilah bagian atau departemen.

Tiga, sementara anggota senat yang lain berpendapat bahwa frasa sebutan lain yang setara ditafsirkan sebagai jabatan lain yang memiliki beban tugas dan tunjangan jabatan yang setara dengan ketua jurusan, pusat studi atau lembaga kajian pada PTN lain.

Empat, pernyataan ketua senat bahwa setelah melakukan konsultasi dengan biro hukum tentang makna frasa “sebutan lain yang setara” sudah tidak ambigu juga tidak sepenuhnya benar. Bahkan hasil konsultasi ketua senat dan tim adhock yang senada dengan isi surat Dirjen Dikti nomor 0137/E/KP/2021, tanggal 10 Februari 2021 tentang penjelasan syarat bakal calon pemimpin PTN yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengalaman manajerial serendah rendanya ketua jurusan atau sebutan lain yang setara adalah departememen pada universitas atau institut, sedangan Kepala Unit Pelaksana Teknis tidak termasuk dalam bagian yang dimaksudkan pada klausul “sebutan lain yang setara”, malahan penafsiranya makin ambigu dan kacau.

Lima, makin ambigu karena ketua jurusan saja yang levelnya hanya bagian dari fakultas dan bertanggung jawab kepada dekan, keanggotaanya dalam senat hanya ex officio senat fakultas mewakili jurusan bisa mencalonkan diri sebagai rector, sementara Kepala UPT yang berada pada level universitas tidak boleh mencalonkan diri sebagai rector.

Padahal dalam statuta UHO tahun 2012 dan permendikbud nomor 149 tahun 2014 tentang Organisasi Tata Kerja (OTK) UHO pasal 6 bahwa UPT merupakan bagian dari rector sebagai organ pengelola universitas dan bertanggung jawab langsung kepada rector.

Enam, lebih kacaunya lagi beberapa UPT yang memberikan pelayanan akademik seperti UPT Perpustakaan, UPT Bahasa, UPT Laboratorium Terpadu, menjadi anggota/ex officio senat universitas setara dengan dekan, Direktur PPs dan Ketua Lembaga dan memiliki hak memilih rector tetapi anehnya tidak bisa dipilih sebagai rector.

Tujuh, ambigu lainnya adalah surat Dirjen Dikti nomor 0137/E/KP/2021, tanggal 10 Februari 2021 tentang penjelasan syarat bakal calon pemimpin PTN, bisa saja ditafsirkan bahwa UPT bisa memenuhi syarat menjadi bakal calon rector karena memang kedudukan Jurusan dengan UPT tidak setara, yakni UPT lebih tinggi karena berada pada level universitas. Demikian pula halnya dengan Pusat Studi bisa memenuhi syarat menjadi bakal calon rector karena pusat studi merupakan bagian dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat yang mana dalam Statuta dan OTK UHO, Lembaga setara dengan Fakultas yang menaungi Jurusan.

Delapan, pernyataan Ketua Senat bahwa Permen nomor 19 tahun 2017 belum pernah dipakai di UHO juga menyesatkan karena Prof. Dr. Muhamad Zamrun selaku rector UHO saat ini diproses melalui Peraturan Senat nomor 001/UN29.SA/SK/KP/2017 tentang tata tertib pengangkatan dan pemberhentian rector UHO.

Dalam konsideran eraturan senat tersebut tidak terdapat klausul entah menimbang, mengingat atau memperhatikan permenristek dikti nomor 1 tahun 2016 tentang pengagkatan dan pemberhentian pemimpin PTN karena sudah direvisi melalui permenristek dikti no 19 tahun 2017.

Sembilan, permen ristek dikti nomor 19 tahun 2017 terbit pada tanggal 27 Januari 2017 dan dipakai dalam pemilihan rector UHO yang mulai dihelat tanggal 22 Februari 2017 dan menetatapkan beberapa bakal calon rector yang memiliki pengalaman manajerial hanya sebatas kepala pusat studi, sekretaris rector dan lain lain. Rektor terpilih adalah Muh Zamrun dan dilantik oleh menristek dikti.

Sehingga surat dirjen dikti Dirjen Dikti nomor 0137/E/KP/2021, tanggal 10 Februari 2021 tentang penjelasan syarat bakal calon pemimpin PTN harus dicabut karena bertentangan dengan kelaziman implementasi permenristek dikti nomor 19 tahun 2017 di UHO dan bertentangan dengan semangat Kampus Merdeka. (P2/c/hen)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img
spot_img