397 Komisaris di BUMN Rangkap Jabatan

WAJAHSULTRA.COM,  Jakarta — Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan sebanyak 397 komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan 167 komisaris di anak usahanya, terindikasi rangkap jabatan. Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan, data tersebut berbasis pada tahun 2019.

“Ada kira-kira 397 di BUMN dan 167 di anak perusahaan komisaris yang terindikasi rangkap jabatan. Kenapa kami terindikasi rangkap jabatan karena bersamaan dengan waktu, di 2020 kemungkinan sebagian inaktif, ada yang masih aktif. Nanti akan menjadi bagian konfirmasi kami verifikasi ulang kami ke Kementeian BUMN,” ujar Alamsyah dalam konferensi pers virtual, Minggu (28/6).

Alamsyah bilang, bahwa jumlah tersebut mengalami peningkatan dibanding penemuan pada tahun 2017 yaitu sebanyak 222. “Dalam kesempatan ini saya akan menyampaikan data-data yang kami peroleh basis data ini adalah data 2019 bukan 2020, sehingga kemudian kalau ada pertanyaan-pertanyaan terkait 2020 kami tidak menyampaikannya di sini,” katanya.

Alamsyah mengatakan untuk data tahun 2020 masih diperbaharui beriringan dengan validasi ulang indikasi yang mereka temukan pada 2019 lalu. Ia beralasan sebagian komisaris mungkin telah berstatus non aktif di lembaga asalnya meski tidak menutup kemungkinan tetap ada yang rangkap jabatan.

Dia merincikan, per tahun 2019 sekitar 254 atau 64 persen dari total 397 komisaris ini berasal dari kementerian. Sebanyak 112 orang atau 28 persen di antaranya berasal dari non kementerian meliputi TNI-Polri, Pemda, BIN sampai BPK RI. Sisanya 31 orang atau 8 persen berasal dari perguruan tinggi.
“Jika dirinci, rangkap jabatan dari wilayah kementerian ini didominasi oleh dua kementerian yaitu Kementerian BUMN dan Kemenkeu. Masing-masing memiliki 55 dan 42 pejabat yang merangkap sebagai komisaris di BUMN.” ungkapnya.

Sementara itu, Kementerian PUPR ada 17 orang, Kemenhub ada 17 orang, Kementerian Koordinator 13 orang, Kemenperin 9 orang, Kemendag 9 orang, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional 8 orang, dan lainnya 68 orang.

“Kemenkeu punya renumerasi (gaji) tertinggi di Indonesia, tapi 42 orang rangkap jabatan dan penghasilan. Kami di Ombudsman meragukan renumerasi ini penting atau tidak. Kalau begini caranya tidak ada keinginan mengalah untuk rangkap penghasilan,” ucap Alamsyah.

Sementara itu dari grup non kementerian, per 2019 jumlahnya paling banyak berasal dari TNI 27 orang. Posisi kedua disusul Polri dengan 13 orang. Kejaksaan 12 orang, pemerintah daerah 11 orang, Badan Intelijen Negara 10 orang, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) 10 orang. “Dari data itu muncul juga pejabat lingkungan kepresidenan seperti Kantor Staf Presiden, kantor presiden, dan kantor wakil presiden dengan total 6 orang. Jumlah sisanya diisi dari Badan Pemeriksa Keuangan RI 4 orang dan lainnya 19 orang”. Katanya.

Fenomena ini ditakutkan memicu perilaku korupsi. Pokitikus senior, PDIP, TB Hasanusin ikut menyayangkan temuan tersebut. “Masa iya, sejumlah jabatan strategis BUMN hanya diduduki oleh segelintir orang saja?” kata politikus senior PDIP TB Hasanuddin melalui keterangan tertulis, Senin (29/6).

Anggota Komisi I DPR ini menilai, bahwa rangkap jabatan sangat melecehkan, profesionalisme. Apalagi kalau orang itu ditempatkan di perusahaan yang berbeda dengan berbagai jabatan. Menurutnya hal ini juga bisa terjadi pemborosan anggaran. Sebab, dengan rangkap jabatan, maka akan merangkap penghasilan. “Rangkap jabatan, juga berpotensi mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan wewenang dan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme.” Katanya.

Merespon itu, Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengatakan, isu rangkap jabatan di BUMN merupakan isu lama yang juga pernah ditemukan pada periode sebelumnya. “Isu mengenai rangkap jabatan ini kan merupakan isu pengulangan artinya 5 tahun lalu pun pernah disampaikan juga jadi oleh Ombudsman. Jadi bukan isu baru, itu yang pertama,” katanya kepada wartawan Senin (29/6).

Dia menilai wajar jika ada rangkap jabatan yang mana berasal dari sejumlah Kementerian. Sebab BUMN milik negara “Maka wajar diambilnya dari kementerian-kementerian teknis yang memang paham masalah teknis di perusahaan tersebut ataupun dari lembaga lainnya yang punya kaitan indsutri tersebut ataupun kebutuhan untuk masalah hukum,” kata dia.

Selanjutnya, kata Arya, jabatan komisaris di BUMN bukan merupakan jabatan struktural. Sehingga, orang yang di tempatkan di posisi tersebut tak perlu datang ke kantor setiap hari. “Yang namanya komisaris tersebut bukan jabatan struktural atau fungsional dan dia bukan day to day bekerja di situ, dia kan fungsinya pengawasan,” pungkasnya. (fin)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img
spot_img